Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

“Menyapu bersih rumah”

Gambar
  Aku menyapa karyawan rumah kami yang sedang menyapu lantai susteran. Dia manjawab sapaan ku dan lanjut berkata “lantainya disapu terus, nggak dipakai pun kok ya tetap ada debu ya suster” “makanya harus rutin dibersihkan mbak, biar nggak menumpuk debunya sampai lengket dan sulit dibersihkan” aku menimpali. Pembicaraan terhenti, sang karyawan kembali menyapu dan aku kembali melanjutkan perjalananku menuju klinik. Ya, pembicaraan itu telah terhenti tetapi hatiku masih saja bekerja mengolah kata-kata sang karyawan. “selalu ada debu yang mengotori ruangan ini, seberapa pun sering dibersihkan” Bukankah ini menunjukkan rumah spiritualitas manusia, yaitu hati? Seberapa sering dibersihkan, diolah, selalu saja ada “debu”, “kotoran ” yang dapat membuatnya tak bersih lagi. Apa yang perlu? “ketekunan untuk menyadari “debu” dalam diri dan rutin membersihkannya” Hati manusia kadang kala rapuh dan mudah terlukai, tetapi Allah adalah rahim dan penuh kasih yang dengan tangan

MEMANDANG SALIB

Gambar
Sebab, setiap orang yang memandang ular tembaga yang dipancangkan di salib itu, sembuh lah ia . Siapa yang menghendaki salib dalam hidupnya? Siapa yang menghendaki masalah dan penderitaan dalam perjalanannya? Tak seorang pun menginginkannya. Ketika seorang dihadapkan pada realita salib yang sering terjadi adalah: Menolak, tidak terima, ingin menghindar, harusnya bukan aku. Pengalaman menarik , saat aku mendengar seorang sahabat berkata “aku tidak suka padanya, maka ketika dia berbicara, aku memalingkan wajah, tidak sudi memandangnya.”   Itu yang sering terjadi, pada suatu yang tidak mengenakkan, pada suatu yang tidak kita sukai, yang ada hanyalah memalingkan wajah, menghindar dari padanya. Pesta salib suci, mengajarkan suatu rahasia kehidupan: setiap orang ditantang untuk memandang dan menerima realita salib dalam hidupnya, dan itulah yang menyembuhkan. Apakah memandang   kerapuhan, penderitaan dan ketidaksempurnaan adalah suatu yang mudah? Tentu tidak. Butuh keteguhan

TERGESA-GESA, PERLUKAH??

Gambar
Pagi ini, aku duduk merenung di depan taman Maria. Ini taman yang masih baru, bahkan aroma cat nya msih terasa. Ada peristiwa menyedihkan terjadi dari kemarin persis di kolam sekitar gua Maria. Ikan-ikan mati satu persatu. Kemarin, kami mengangkut ikan-ikan kecil dan hari ini, kami harus merelakan kematian ikan-ikan besar. Beberapa suster dan karyawan berkomentar, “ ini karena cat nya masih berbau” yang lain menimpali “ikannya stress ditempat baru” Tetapi kemudian, aku menyimpulkan pembicaraan kami dengan kata: “TERGESA-GESA”. Ya, kolam ini masih baru, memang sudah beberapa hari didiamkan, lalu kemudian diisi air dan ikan-ikan pun dimasukkan. Kami terlalu tergesa-gesa memasukkan ikan ke dalam kolam yang baru, sehingga ikan-ikan menjadi mati. Ketergesaan, akhirnya membawa pada kematian. Injil hari ini: Yesus memanggil murid-murid-Nya, menyuguhkan suatu peristiwa yang menarik. Proses pemilihan murid-murid-Nya, diawali dengan “berdoa semalam-malaman”. Dalam menentukan

Be Creative

Gambar
Hari ini, aku mendampingi anak-anak TPA untuk belajar. Aku bersemangat memanggil mereka dan mengajak untuk duduk melingkar. Mereka senang, semua berlomba untuk mengambil kursi dan duduk melingkar dibantu oleh ibu pengasuh. Banyak yang tak sabar untuk mendekat saat aku masih mempersiapkan bahan pembelajaran. Hari ini, aku ingin mengajarkan mereka: berhitung sambil cap jari di kertas yang telah kusediakan angka angkanya. Apa yang terjadi pada saat pelaksanaan? Beberapa anak ikut pada apa yang ku instruksikan. Tetapi tidak berapa lama, anak-anak mulai berimajinasi sendiri. Mereka menempel sidik jari seadanya, semau dan sesuka hatinya. Awalnya aku merasa bahwa pembelajaran ku ini gagal, tetapi kemudian melihat hasil karya anak-anak, aku menemukan satu kata yang menarik: Kreatif. Menjadi kreatif adalah jiwa anak-anak. Mereka sering kali keluar dari suatu aturan yang ada, mereka tak peduli ini benar atau salah, atau bahkan ketika mereka salah pun, aku tetap menangkap ada suatu ya