Pandemi, Penjara dan Panggilan untuk Kembali

Berawal dari sebuah pertemuan yang sudah “terlupa” dari ingatan, membawaku bertatap muka dengan teman-teman di Lapas Pemuda Tangerang. Terimakasih untuk Pak Singgih yang telah memutar kembali memori ku berjumpa dengannya beberapa waktu lalu. 

"Pernahkah suster melakukan pelayanan di penjara?" tanya beliau melanjutkan bincang-bincang kami lewat WA. 
Pernah dan ingin” jawabku sambil mengenang masa postulan saat mengunjungi penjara bersama  pembimbing dan teman-teman satu angkatan.
Sudah sangat lama” kataku menambahkan. Bersamaan dengan itu, muncul kembali pengalaman mengunjungi pejara kira-kira 11 tahun lalu. Aku memasuki lorong demi lorong di penjara itu dan ketika hampir tiba di ruang doa, tiba tiba aku mendengar suara yang lantang memanggil namaku “Mbak Ros” Aku masih terdiam dan tak menoleh, bagaimana mungkin di penjara ini ada yang mengenal aku? Aku melanjutkan langkah dan tetap tak menoleh. Suara yang sama memanggil namaku lagi dan suara itu makin dekat di belakangku. 
Mbak Ros?” katanya seakan memastikan itu adalah diriku. Aku mencoba mengingat wajah itu. Ya, betul. Dia adalah sahabatku ketika masih berpengalam kerja dulu di sebuah toko di kota Solo. Kami sering bertemu karena dia yang mengantarkan barang-barang dari pabrik ke tempat kami bekerja. Aku terkaget, mengapa ia berada di penjara? Dari pembicaraan singkat dengannya akhirnya aku menemukan bahwa dia harus masuk penjara atas ulah orang lain. Dia ditipu. Pengalaman kunjungan ke penjara yang sangat mengesan, yang ku tahu setiap orang menginginkan untuk segera bebas.

Masa pandemi saat perjumpaan fisik sangat dibatasi, tampaknya juga merupakan masa “terpenjara” bagi manusia. Masa dimana ada jeda antara yang lama dan yang baru. Seperti penjara menjadi saat untuk berdiam dan merenung diri, masa pandemi ini juga menjadi saat untuk merenung dan semakin dekat dengan sang Ilahi. Namun demikian, masa pandemi ini juga adalah masa meretas batas bagiku, melampaui ruang dan waktu, salah satunya berjumpa dengan saudara-saudara di Lapas Pemuda Tangerang.

Undangan untuk berbagi kisah hidup, segera saja kutanggapi. Perjuangan yang tak mudah untuk bisa connect dengan team KPK St Helena karena gangguan sinyal dan peralatan. Tetapi karena Penyelenggaraan Ilahi, semua berjalan dengan baik. Walau tak dapat memandang secara langsung wajah saudara;saudara di lapas, namun aku merasakan dapat hadir dalam ruangan mereka. Ketika aku berbicara aku sungguh merasakan hadir dan menyapa mereka secara pribadi.

Saudara-saudaraku, terimakasih boleh berjumpa. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Tuhanlah yang menyelenggarakan kehidupan kita, dan Ia menytelenggarakannya pada kebaikan. Entah bagaimana pun situasi kita, betapa rapuh dan lemahpun diri kita, Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan kerahiman dan cinta. Dia ingin kita selalu kembali pada kasih-Nya. Dia ingin kita bertobat dan membaharui diri. Kita semua, merindukan dibebaskan dari rumah binaan ini. Demikian pun Tuhan kita, menginginkan kita pulang, kembali pada-Nya dan memulai hidup yang baru. Semoga hidup kita penuh harapan dan cinta dan dengannya kita mulai berjuang. Mencintai itu, sering kali tidak mudah, sakit dan penuh perjuangan. Marilah kita berjuang untuk hidup dan bangkit kembali, demi cinta kita pada keluarga, anak-anak, orang tua, diri kita sendiri dan terlebih demi cinta kita pada Tuhan kita. Kembali, terkadang bukan suatu yang mudah. Kita perlu keberanian yang besar dan hati yang kuat. Tetapi terlebih, Tuhan akan memberi rahmat-Nya.

“Ketika AKU dipenjara kamu mengunjungi AKU”

Pengalaman kunjungan online ini, semakin meneguhkanku untuk mensyukuri rahmat kehidupan yang dianugerahkan Tuhan. Tidak membiarkan diri dipenjara oleh kerapuhan, dipenjara oleh ketidakberdayaan memaknai hidup, dipenjara oleh keinginan pribadi, dipenjara oleh ketakutan akan kegagalan, tetapi semakin berani untuk merelakan diri, berjuang atas kehidupan yang Tuhan percayakan padaku.

Pengalaman penjara, mengingatkanku pada kisah bapak Pendiri Eduard Michelis -Bapak Pendiri Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi- yang mengalami perjuangan hidup yang tak mudah di penjara. Sendiri, sepi dan banyak hal “dirampas” dari dirinya. Tetapi iman pada Penyelenggaraan Ilahi semakin bertumbuh dari hari ke hari. Pemerintah boleh memenjarakan tubuhnya, tetapi hatinya penuh dengan kebebasan untuk memikirkan perjuangan umat yang menderita akibat perang. Hatinya tak dapat dipenjara untuk menjumpai Tuhan dalam doa-doanya. Semangat hidupnya selalui dibaharui dari hari ke hari. Di penjara ia membuat tulisan-tulisan, memperdalam kitab suci, berdoa, berdevosi kepada Sakramen Mahakudus, belajar bahasa dan menyusun jadwal pribadi untuk perkembangan rohaninya. Ia mengalami hidup bahkan dalam situasi yang menyakitkan sekalipun dalam penjara.

Menjumpai mereka secara online dalam penjara, membuatku berjumpa dengan yang Ilahi dan berjumpa dengan diriku sendiri. Bila hari ini dapat kulalui dengan penuh semangat, semua itu adalah jalan Penyelenggaraan Ilahi. Semoga dari hari ke hari, hari kita semakin terbuka untuk menanggapi tawaran kasih-Nya untuk hidup dan berbagi hidup. Marilah kita mulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal kecil dan sederhana dan mulai dari sekarang. Hodie Incipiam.


Temanggung, 2020


Sr Maria Rosa PI


Komentar

  1. Sebuah tulisan refleksi yang menyentuh terkait pelayanan kaum terpenjara "Sister Act" di Lapas Pemuda Tangerang. Benar Suster Rosa karena Penyelenggaraan Ilahi-lah kita berjumpa dan akhirnya alami pelayanan kaum terpenjara bersama. Menjadi misteri juga ya... Ternyata buah dari perjumpaan, kita boleh alami pelayanan warga binaan bersama. Terima kasih utk kolaborasinya bersama Komunitas Pria Katolik (KPK) St Helena Paroki Curug. "I will follow Him".

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Mereka Tidak Suka Pura-Pura"

KISAH MENJELANG NATAL

DIAN