UJIAN

Sejak diumumkan ada perubahan jadwal OSCA -ujian yang “menyeramkan” bagi mahasiswa kebidanan (paling tidak, itulah pemikiranku di awal, dan masih saja buat deg deg an), WA grup Pejuang Ijazah S1 Kebidanan mulai ramai. Apa yang perlu dipersiapkan, skill mana yang kira-kira diujikan dan siapa yang akan menjadi penguji. OSCA, ujian skill kebidanan dimana tiap stage mahasiswa hanya diberi waktu 7 menit untuk menyelesaikan kasus yang ada. Dan jantung selalu berdetak kencang saat bunyi bel memecah konsentrasi dan segera harus pindah ke stage berikutnya untuk menyelesaikan kasus baru sesuai petunjuk. Itu sangatlah “menyeramkan”

Ketegangan itu makin terasa saat satu persatu dari kelas regular dipanggil. Kami yang kelas alih jenjang mulai meraba-raba, bahwa yang keluar adalah skill a,b,c,d. Sontak kumpulan mahasiswa kebidanan menghapalkan skill pemberian MGSO4 yang sama sekali diluar “penerawangan” kami.

Seorang teman nyeletuk “ini tidak sesuai kenyataan dilapangan”, yang lain menimpali “ceklistnya membingungkan” dan aku sendiri “maktratap” karena belum pernah melakukannya di lapangan, ditambah sama sekali tak persiapan dengan kasus itu.

Masih dalam ketegangan, saat kloter demi kloter maju untuk ujian, aku masih sempat melihat ekspresi teman-teman seperjuanganku. Tetie yang berjalan mondar mandir, mbak Eti Yuliana yang komat-kamit menghafalkan step demi step, mbak Hesty yang tampak begitu santai tapi penuh semangat dengan gaya yang lucu yang sering membuat kelompok menjadi ambyar karena guyonannya, Lilik yang terdiam sampai tak ada senyum sambil menghapalkan tools, mbak Indri yang tampak diam-diam saja tapi mengamati dan tentunya mempelajarinya dalam hati, mbak Ephiphani yang tenang tapi pasti, mbak Lely yang bolak balik ke kamar mandi, mbak Eny yang seakan cuek tapi memperhatikan (dan belajar dalam hati), mbak Yosi yang “kuambil paksa” dari kerumunan untuk belajar bersama denganku, semuanya, termasuk aku yang berjuang untuk tenang, tetapi hati sebenarnya bergemuruh.

Tetttttt!!!!! Bunyi bel di ruang uji, selalu saja mengagetkan, aku tersenyum geli mengingat kembali tanganku yang gemetar saat mulai bingung dengan Langkah-langkah yang harus dilakukan, juga saat aku salah kamar saat hendak cuci tangan. Tetapi syukurlah, aku perlahan-lahan dapat menguasai rasa grogiku, keteganganku, dengan sedikit bercanda dan memberi senyuman dibalik maskerku.

Ujian!!! ya, ujian.

Begitulah hidup. Penuh dengan ujian yang membuatku semakin melihat seberapa mampu aku melampauinya. kini, aku tak lagi hanya terpaku pada hasil yang baik dan kelulusan, tetapi bagaimana aku berjuang untuk semakin dewasa dan bijaksana saat menghadapi tekanan. Tidak mudah, kadangkala aku menjadi terburu-buru dan tidak tenang. Begitulah senyatanya. Saat aku dihadapkan pada realita yang tak mudah, permasalahan yang berat, kadangkala aku menjadi “kemrungsung”. Dalam perjalanan waktu aku mulai dapat menikmati prosesnya, lebih tenang dan rileks hingga dapat menyelesaikannya dengan baik.

“Seandainya engkau tau sumber damai sejahteramu” kata-kata bacaan injil hari ini (Bdk. Luk 19:41-44) hadir kembali dalam permenunganku, dalam seluruh proses yang kulaui sepanjang hari ini. Malam ini, aku menemukan. Keheningan, kedamaian, dan disana aku dapat berjumpa dengan Tuhan yang menyelenggarakan hidupku.

Dan satu hal, mungkin memang ada hal yang tak sesuai -seperti kata-kata mbak Indri soal tools yang kami pelajari- tak sesui antara teori dan lapangan, tetapi pada saatnya, perlu melunakkan hati mengikuti alur yang disediakan Tuhan hingga akhinya sampai pada tujuan.

Terimakasih Tuhan.

Hari ini, Kau menyelenggarakan hidupku pada kebaikan. Hari ini, Kau ajari aku untuk hening, tenang dalam menghadapi perjuangan hidup, dan makin lemah lembut terhadap suatu hal yang tak sesuai dengan kehendak dan pemikiranku. Tua Providentia Pater Gubernat.

 

Semarang, 17 November 2022

Pada Pw. St. Elisabet dari Hungaria

Rosa Sagala, SDP



Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Mereka Tidak Suka Pura-Pura"

KISAH MENJELANG NATAL

DIAN