Menemukan Hening dalam bising
Beberapa hari ini, ruang
doa kami pindah ke kapel depan karena kapel kecil yang biasa kami pakai bocor
dan harus di renovasi. Perasaan awal yang muncul adalah tidak nyaman karena
suara kendaraan dari luar-tepat di sebelah kapel adalah jalan raya- terdengar
keras mengalahkan merdunya alunan mazmur yang kami daraskan.
Jujur saja, hatiku
bergulat ingin agar bisa kembali ke kapel biasa. Hingga suatu malam dalam
heningku, saat aku mencoba bersahabat dengan setiap suara yang masuk ke
telingaku, membiarkan semua suara itu hadir dan berdamai dengan semua rasa
akhirnya membawaku pada sebuah kata bernama keheningan. Suara-suara yang ada,
kini bagaikan instrument yang menghantarku pada yang Ilahi.
Aku tertegun. Suatu yang
dating dari luar bukanlah alas an untuk dapat hening. Yang terutama adalah
usaha dan kemauan untuk “berdiam”. Demikianlah kesibukan, kebisingan bukanlah
alasan yang dapat mengubah relasiku dengan yang Ilahi. Sesibuk apapun dunia
diluar sana jika hatiku dapat kuolah dan kuarahkan pada yang Ilahi, aku akan
tetap dapat berjumpa dengan-Nya. Tentu juga kalau aku memberi ruang dan waktu
untuk hening dan menepi.
Ditengah banyaknya
kesibukan, ditengah hiruk pikuk perjalanan orang-orang di zaman ini, adakah
waktu untuk kembali pulang? Kembali ke rumah? Kembali ke kemah hati, ruang
batin yang terdalam?
Ambillah waktu untuk
hening. Semoga kita tak pernah lupa, bahwa untuk Dialah kita bekerja, untuk
dialah kita berkarya, untuk Dialah kita melayani. Jangan sampai kita kehilangan
relasi dengan-Nya karena kesibukan dan kebisingan yang ada.
Sr Maria Rosa, SDP
Komentar
Posting Komentar