Aku sadar bahwa aku tak selalu benar, hanya merasa benar
Siang ini aku mendapat pesan dari yayasan mengatakan
bahwa jumlah uang yang aku kirimkan salah. Spontan aku marah karena merasa
bahwa aku sudah melakukan penghitungan sesuai dengan perminntaan yayasan. “Apa
ada kenaikan tunjangan lagi? Soalnya saya sudah mengikuti pembayaran bulan April”
kataku agak ketus lewat percakapan whatsaap.
Dengan perasan bahwa aku benar, aku melihat lagi catatan
bulan lalu. Iya, sama. Tidak ada koreksi. Sampai akhirnya aku lihat mundur. Dan
benar saja. Catatan bulan April yang aku gunakan sebagai acuan adalah catatan yang salah. Ya,
aku salah. Dan dengan agak malu-malu, aku meminta maaf.
Begitulah hidup. Apa yang kita yakini benar, tak selalu
benar. Hanya perasaan!! dan ada ruang dimana perasaan kita itu tak dapat melihat
lebih jauh ke belakang. Dalam situasi demikian, kita perlu diam sejenak.
Menyusuri titik-titik perjalanan yang kita lalui, agar kita tahu dimana letak
kesalahan yang kita lakukan.
Pengalaman ini, mengingatkanku pada masa-masa postulan
dulu. Kegiatan rutin yang menyenagkan bagi kami adalah pelajaran kerajinan
tangan. Kami membuat berbagi kerajinan dari benang dengan menggunakan haken.
Betapa senangnya, saat pertama aku bisa membuat sampul kitab suciku dari benang
yang ku rajut sendiri. Teapi hal yang menjengkelkan adalah, ketika pola yang aku
ambil salah, maka rancangan yang kubuatpun akan rusak dan berbentuk aneh. Hal
yang biasa dilakukan adalah, membuka rajutan-rajutan yang sudah ku untai,
menyusuri sampai pada titik dimana aku melakukan kesalahan. Kami-bersama teman seangkatan- biasanya
saling menggoda dan mengatakan “butuh bantuan untuk membongkar?” ahhh, sungguh
sedih membongkar kembali rajutan yang sudah sangat panjang dan jauh, hanya
karena satu titik kesalahan di awal. Tetapi untuk hasil yang baik dan sesuai
tujuan, “pembongkaran” itu perlu dilakukan.
Kita, adalah pribadi yang terus berjuang mencapai suatu
tujuan. Tetapi dalam perjalanan itu kadang kala kita salah langkah. Mungkin
kita tak sadar dan terus melangkah dengan perasan bahwa kita berada pada pola
yang benar. Tetapi cobalah menepi sejenak. Kita akan menemukan suatu jalan.
Haruskah dilanjutkan, atau “dibongkar” atau mencari jalan lain untuk
memperindah langkah yang sudah terlanjur salah.
-Hodie Incipiam- Sr Maria Rosa, SDP
Sukaaak
BalasHapusBener ya sus, kita seringkali *merasa* benar, tapi dari sudut pandang orang lain kita dianggap salah..
Mau menelusuri dimana letak kesalahan dengan mengurai satu2 lumayan jugaa, apalagi kalo berani meminta maaf 👍