OVERLOAD, ATAU KAPASITAS RENDAH??



Tiba-tiba saja!!! Laptop yang ku gunakan menjadi lemot, bahkan untuk membuka dokumenpun menjadi sangat lambat. Hal ini terjadi, setelah aku memasang aplikasi editor video di laptopku. Bahkan ketika membuka editing video tersebut, membuat laptop menjadi heng (red: macet). Dengan sedikit jengkel, aku mencoba bertanya sana sini. Setahuku RAM laptop ini sudah dinaikkan. Tetapi mengapa masih tetap mengalami kendala seperti ini?? Seorang teman yang mengerti soal per-laptopan mengutak atik dan sampai pada kesimpulan “prosessor pada laptop suster sudah jadul, terlalu kecil sehingga dia tidak dapat bekerja ketika ditambahkan aplikasi baru”. Padahal, menurutnya, dua aplikasi yang dimasukkan dalam laptop ini adalah aplikasi yang kecil, tetapi tetap saja grapich card-nya tidak dapat bekerja mengolah data yang ingin ku kerjakan. “Prosessor itu, istilahnya “otak” komputer atau laptop, suster” tambahnya menjelaskan.

Aku terdiam merenungkan pengetahuan baru yang ku temukan. Utak atik laptop membuatku terhenyak. Aku bertanya, laptop menjadi overload karena mendapatkan aplikasi baru, atau karena sebenarnya dia hanya punya kapasitas yang rendah sehingga saat aplikasi lain, bahkan yang sangat kecil sekalipun dimasukkan dalam tubuhnya membuat dia overload dan heng?? Yang perlu dilakukan adalah upgrate prosesor atau ganti laptop dengan prosesor yang lebih tinggi.

Aku sedang tidak ingin berbicara soal laptop, yang menjadi permenunganku adalah bukankah situasi ini, juga gambaran dari perjalanan hidup kita sebagai pribadi yang berjuang mencari makna hidup?? Apakah kita menjadi overload atas realita di luar diri kita, atau sebenarnya kapasitas diri kita yang rendah menghadapi situasi yang datang dari luar??

Ada banyak situasi yang kadang kala membuat kita tidak nyaman, emosi dan berkonfrontasi untuk membela diri dan pemikiran. Jika kita lihat lebih dalam, apakah sebenarnya kita sedang overload akan banyaknya tantangan dari luar ataukah diri kita yang tak mampu berdamai dan bersahabat dengan situasi di luar diri kita? Sejatinya, semua yang datang dari luar adalah netral yang menjadikannya berkat atau kutuk adalah kemampuan diri kita mengolahnya menjadi sebuah sikap dan tanggapan.

Kapasitas diri yang tinggi

Kita tak dapat memungkiri, bahwa situasi diluar terus berkembang. Di satu sisi kita “dituntut” untuk mengikutinya agar tidak tertinggal, di lain sisi kita perlu menantang diri untuk mempersiapkan seluruh keberadaan kita untuk berjuang, dan perjuangan ini tentu sakit dan butuh pengrbanan.

Kapasitas diri yang akhirnya mengarah pada kualitas diri membuat kita menjadi lebih dewasa menanggapi situasi yang datang dari luar. Mungkin memang kita jengkel dan berontak terhadap ketidakberesan yang ada di luar diri kita-tentu ini menurut versi kita, karena sejatinya tak semua yang kita yakini benar adalah kebenaran sejati-, namun ketika kita mampu memandangnya dengan kacamata yang berbeda dan penuh kedalaman, kita akan disadarkan bahwa selalu ada jalan untuk berdamai. Kita tak selalu harus menjadikan bagian dan situasi diluar sana sebagai “milikku” hati kita dapat menjadi selector yang memilih mana yang perlu dipakai atau tidak, mana yang perlu kita pertanggung jawabkan dan mana yang perlu dilepas.  

Kita belajar dari ranting yang rapuh, dia akan mudah patah. Juga bejana yang rapuh akan mudah pecah. Demikian juga diri kita, kekerasan dan kerapuhan tentu akan membuat kita mudah patah dan pecah. Maka kita perlu terus menerus belajar menguasai diri dan perasaan, mengambil waktu untuk meneliti keadaan batin kita yang terdalam. Tentunya keberanian untuk melihat luka dan kekecewaan yang besar di dalam diri. Kita perlu punya hati yang mengampuni. Kesadaran akan diri yang rapuh ini, juga menjadi jalan bagi kita untuk terus membaharui diri

Bagaikan laptop dengan prosessor yang besar dan tinggi, kita pun perlu meningkatkan diri agar memiliki hati yang besar, luas dan terbuka agar dapat “menyimpan” segala perkara yang datang dari luar dan bertindak seperti yang Tuhan inginkan, bukan lagi didasari ketakutan, penolakan, banteng pertahanan dan kenyamanan diri.  

Kapasitas diri yang tinggi pada akhirnya membuat kita mampu beradaptasi dengan situasi yang datang dari luar, dan dengan demikian, relasi dengan sesama dan diri kita sendiri tidak menjadi macet, tetapi saling menumbuhkan satu sama lain.

Temanggung,  April 2022

Rosa Sagala, SDP




Komentar

  1. Sangat menginspirasi,
    Tapi ....
    Bgmn cara mempertinggi kapasitas diri?
    Sedangkan 'ego' sdh merasa 'paling' ..
    PR buat sy Sr .. doakan yaa😔

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Mereka Tidak Suka Pura-Pura"

KISAH MENJELANG NATAL

DIAN