WENING GALIH



Telah usai.
Satu persatu anak memberikan ucapan selamat siang dan sampai jumpa minggu depan. Ada yang dengan penuh perhatian sambil memberi senyum manis, ada yang sekedar salaman karena sudah diburu perasaan ingin pulang.
Hening, memenuhi ruangan itu.
Bangku-bangku sekolah pun telah ditaruh di atas meja, kebiasaan baik seusai pelajaran berakhir.
Tinggal aku sendiri di ruangan ini. Menatap sudut demi sudut dihadapanku.
Pikiranku, tiba-tiba melayang pada masa lalu. Saat aku mengalami masa-masa belajar seperti anak-anak yang kujumpai hari ini.
Masa-masa dimana kebisingan dan permainan menjadi bagian dari hari-hari kami. Masa-masa dimana kami sangat senang bila guru tak masuk sekolah, ah, betapa bodohnya!! Tapi itu adalah keindahan tersendiri bagi kami, setidaknya bagi diriku.
Tiba-tiba saja, aku merindukan masa-masa sekolah dulu. Saat bangun pagi-pagi, tepat jika mati lampu. Ibu ku akan bersikeras agar kami cepat-cepat mandi, atau taruhannya adalah ditertawakan teman sekelas karena lubang hidung menghitam akibat nyala lampu “sentir”, “semprong” yang digunakan sebagai pengganti listrik. Aku juga tak habis pikir, bagaimana hidung ini menjadi menghitam, padahal lampunya jauh dari tempat ku tidur.
Ah, betapa lucunya.
Aku merasakan masa sekolahku adalah masa yang indah, permainan-permainan adalah sahabat kami tiap hari. Apa pun bisa menjadi sarana bagi kami untuk bermain. Ketika bel berbunyi, kami akan berlari ke luar ruangan, memanjat pohon jambu yang ditanam di sekitar sekolah. Pun demikian, kami tak melupakan waktu untuk masuk kelas jika bel telah berbunyi.
Di hari-hari yang lain, kami akan merencanakan acara istirahat bersama. Ada kalanya kami bermain di kebun-kebun belakang sekolah sambil mencari “kupi-kupi” kami menyebutnya sebagai strowberry hutan. Warnanya merah dan rasanya sangat kecut.
Masa sekolah, bagi ku masa yang menyenangkan. Aku menikmati masa-masa ku sebagai seorang anak. Lingkungan, alam, sekolah, orang tua, secara tak langsung mengajarkan pada kami bahwa pendidikan itu tidak selamanya didapatkan dibangku sekolah. Semua adalah sarana pendididikan. Bahkan kebersamaan dalam bermain bersama adalah cara kami belajar untuk srawung. Acara “jelajah kebun” di sela-sela istirahat adalah cara kami belajar untuk bersahabat dengan alam. Semua itu tak tertulis, tetapi aku merasakannya.
..
Dalam keheningan diantara bangku-bangku yang ditata terbalik di meja kelas ini, aku bertanya: apakah anak-anak zaman sekarang masih punya waktu untuk bermain dan belajar dari setiap kehidupan yang mereka alami?? Apakah hidup mereka sungguh bebas dan terbuka ataukah terbelenggu dengan tuntutan tinginya persaingan dan perubahan yang terjadi?? adakah orangtua hanya memandang anaknya berharga ketika anak-anak berprestasi dibidang akademik dan kejuaraan-kejuaraan lainnya??
Aku tak tahu apakah masa kecilku adalah masa yang terbaik, dan tentu tiap masa punya tantangannya sendiri.
Aku hanya berdoa dan berharap, tiap anak bertumbuh dengan baik menjadi pribadi yang peduli pada sekitarnya.
Berkat Tuhan untuk setiap anak di dunia ini.

Sr Maria Rosa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Mereka Tidak Suka Pura-Pura"

KISAH MENJELANG NATAL

DIAN